Beberapa bulan yang lalu,
tepatnya September 2012 saya dan beberapa relawan melakukan kegiatan di
Mangunan. Indonesia International Work Camp (IIWC) sebagai host selama tiga
belas hari. Relawan kegiatan ini berasal dari beberapa Negara. Soichi, Ryoko,
Natsumi, Shin relawan dari Jepang; Claire dari Korea Selatan; saya, Iman, Nia,
Heni, Erli mewakili Indonesia.
Kebun Buah Mangunan menjadi salah
satu project site kami. Dan seperti
biasa, saya pun memberi orientasi tentang project
site sebelum kami benar-benar bekerja. Saya mengajak relawan mengunjungi Kebun
Buah Mangunan. dari campsite, kami
menempuh sekitar lima ratus meter dengan berjalan kaki. Menyenangkan. Terlebih
lagi untuk relawan asing. Mereka terlihat sangat menikmati perjalanan. Mereka
sangat tertarik seolah-olah melihat banyak sesuatu yang baru. Tanaman di
sepanjang jalan menuju kebun buah merebut banyak perhatian mereka. Tanaman
salak dan nanas pun menjadi sesuatu yang amazing
untuk mereka :p
Sekitar lima belas menit
berjalan, kami sampai di kebun buah.. [retribusi masuk kebun buah Rp 5.000,-
dan Rp 0,- untuk kami :D]
Dan….
“Ini kebun buah?” Tanya seorang
relawan.
“iya,” jawab saya.
“Benarkah?”
“Kenapa kamu tidak percaya bahwa
ini kebun buah?”
“Di mana buahnya? Ada buah apa
saja?”
Kebun buah ini memang memiliki
berbagai macam tanaman buah. Namun, musiman. Jadi tidak setiap hari ada buah
yang bisa kita nikmati ketika datang ke kebun buah. Saya merasa bersalah
melihat raut kecewa para relawan.
“Pengunjung datang ke sini untuk
menikmati buah tapi ternyata tidak ada buahnya,” begitu kata mereka.
Ya.
Saya mengerti.
Kami pun melanjutkan perjalanan
di kebun buah setelah keliling di bagian depan sekitar sepuluh menit dengan
akhir yang sedikit kecewa. Peternakan sapi menjadi pemandangan selanjutnya yang
kami kunjungi. Saya menjelaskan tentang pertanian organik dan kekecewaan
sedikit terobati melihat adanya konsep “go
green, back to nature” dari pertanian organik yang telah diterapkan.
Dan sampailah di Puncak Kebun
Buah. Kami menikmati udara segar yang sangat sejuk di puncak ini. Terlihat
hamparan pemandangan indah. Permadani hijau, begitu seorang relawan mengatakan
dengan hiasan sungai berkelok yang menakjubkan. Pepohonan dan berbagai tanaman
berbaris rapi menghijau. Sebuah sungai berkelok membelah tatanan hijau itu
menjadi dua bagian. Sangat indah. Pemandangan itu di bawah kami.
“It’s like Green Canyon in America.”
Semua relawan sepakat bahwa
pemandangan itu seperti Green Canyon.
Bahkan, jauh lebih indah.
“Saya ingin lebih sering ke sini
dan menikmati suasana seperti ini,” kata seorang relawan dan diikuti “saya juga
mau” relawan yang lainnya.
Jadi, tidak perlu jauh-jauh ke
Amerika, tidak perlu membayar mahal kalau ingin menyaksikan dan menikmati Green Canyon. Indonesia juga punya.
Bahkan jauh lebih indah, jauh lebih menyenangkan sekaligus menakjubkan. Kita
juga bisa menikmati sunrise dan sunset di sini J
“Indonesia Green Canyon sebutan yang lebih tepat untuk tempat ini.”