Pagi itu, seorang anak
kecil, sebut saja namanya Nina.
“Bu,
aku ingin beli sepatu kayak punya Mbak Via..”
Berkali-kali Nina
mengucapkan kalimat itu.
Beberapa waktu yang lalu, Nina
juga bilang ke ibunya, “Bu, aku ingin
beli kue kayak punya Mbak Via..”
“Bu,
aku ingin…. kayak ….”
Kita tidak jarang mendengar
kalimat tersebut. Anak-anak kecil di sekeliling kita mungkin sering mengucapkan
kalimat itu dengan nada polos. “kayak punya Mbak Via” (seperti milik Mbak
Via-red) mengandung makna tersirat, yaitu secara tidak langsung anak tersebut
menjadikan orang yang ditunjuk (dalam hal ini Mbak Via) sebagai ikon yang
disukai. Atau dengan kata lain, Nina mengidolakan Mbak Via.
Idola menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) berarti orang, gambar, patung, dan sebagainya yang menjadi
pujaan. Mengidolakan berarti menjadikan sesuatu sebagai idola. Saya tidak akan
membahas arti kata ‘idola’ dan ‘mengidolakan’ secara panjang lebar. Saya hanya
ingin memberikan sedikit gambaran ketika seseorang mempunyai idola atau
mengidolakan seseorang. Seperti Nina yang mengucapkan, “Bu, aku ingin beli sepatu kayak punya Mbak Via..” Dia berusaha
untuk menjadi atau memiliki sesuatu yang dimiliki oleh Mbak Via. Dia menjadikan
Mbak Via sebagai acuan atau panutan. Dia menjadikan Mbak Via sebagai model yang
dia contoh dalam beberapa hal di kehidupan sehari-harinya.
Guru
Sebagai Idola
“Aku
nggak suka diajar Bu Nurul. Bu Nurul telpon-telpon terus di kelas..”
Begitu kata Iqbal suatu
hari. Iqbal, seorang murid TK menyatakan ketidaksukaannya terhadap gurunya.
Tidak jauh berbeda dengan Nina yang mengidolakan Mbak Via, mereka sama-sama
memberi penilaian terhadap orang lain di sekitarnya, terutama orang yang mereka
kenal atau yang sering mereka jumpai.
Guru merupakan sosok yang
sangat berpengaruh bagi murid dan setiap murid pun pasti memiliki penilaian
masing-masing terhadap gurunya. Mengambil kasus Iqbal yang ‘tidak suka diajar’
Bu Nurul menunjukkan bahwa Iqbal menganggap kebiasaan Bu Nurul menelepon di
dalam kelas adalah sikap yang kurang baik. Saya tidak sedang menghakimi sosok
Bu Nurul. Namun, saya hanya mencoba menegaskan maksud ucapan Iqbal.
Idealnya, seorang guru dapat
menjadi panutan bagi muridnya. Tidak harus dalam segala hal karena murid juga
mengenal dan berinteraksi dengan orang lain, tidak hanya dengan guru. Ketika seorang
siswa menjadikan gurunya sebagai panutan atau acuan dalam bertindak dan
bersikap, maka dapat dikatakan bahwa siswa tersebut mengidolakan sang guru.
Guru memang bukan
satu-satunya model yang dijadikan panutan bagi siswanya. Guru memang bukanlah
sosok orang yang harus dicontoh oleh murid-muridnya. Akan tetapi, guru lah yang
secara langsung ataupun tidak langsung memfasilitasi siswanya untuk menemukan
jati diri. Terkadang seseorang tidak dapat dengan mudah menemukan jati dirinya.
Dia perlu model untuk dicontoh, dijadikan panutan sebelum akhirnya dapat
menemukan jati dirinya. Hal ini tidak hanya terjadi pada anak kecil saja,
tetapi remaja (siswa SMP-SMA) bahkan mahasiswa pun masih mengalami hal ini.
[Mangunan, 07.11.2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar