Beberapa waktu yang lalu saya
mengunjungi beberapa rumah di pedalaman Mangunan. Saya, yang memang mudah
terbawa perasaan, terharu sepanjang perjalanan.
Bagaimana tidak?
Rumah dengan bangunan
seadanya. Rumah gedeg. Begitu, orang
sini menyebutnya. Sangat seadanya. Bukan rumah tembok, hanya bangunan dengan
dinding anyaman bambu beberapa petak, berlantai tanah dan atap yang sangat jauh
dari kata ‘layak’.
Mata saya rintik-rintik ketika
melihat seorang nenek tidur di sebuah rumah, berdinding anyaman bambu,
beralaskan tikar, tanpa bantal, tanpa selimut. Pemandangan itu bertambah haru
saat seorang wanita usia 20-an tahun keluar bersama anak kecil dalam gendongan.
Seorang wanita, anak, dan nenek itu keluarga penghuni rumah.
“Ibu saya sakit sejak tahun
lalu. Batuk tak kunjung sembuh. …”
Hati saya makin gerimis menyimak
cerita sang wanita itu.
Kondisi yang selama ini hanya
saya lihat di televisi, sekarang saya saksikan langsung.
Kondisi yang selama ini saya
pikir tidak ada lagi di masa sekarang, ternyata ada di tempat yang tidak jauh
dari tempat saya berpijak.
Allah, betapa sedikit syukurku
pada-Mu…
Saya malu, terlalu banya pinta
saya pada-MU.
Tempat tinggal yang layak,
kesehatan, keluarga yang membahagiakan, kecukupan rezeki, orang-orang sekitar
yang menyenangkan,…
Allah, hamba tak mampu
menghitung-hitung karunia-MU.
Dan, saya memang hanya punya
doa untuk dipanjatkan kepada-MU.
Semoga Engkau mengampuni.
Seorang
wanita, anak, dan nenek itu.
Keluarga penghuni rumah itu.
Semoga Engkau selalu kuatkan
mereka.
Ringankan hati ini untuk
menyusun doa panjang untuk mereka…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar