Minggu, 20 Oktober 2013

Dongeng tentang Purun

Sudah banyak yang menuliskan cerita tentang mimpi-mimpi. Kemudian dengan kegigihan berusaha, mimpi itu dapat terwujud. Sudah banyak yang menulis cerita tentang harapan-harapan. Tentang cita-cita. Yang dengan cara-cara tertentu pada akhirnya harapan dan cita-cita itu dapat tercapai. Setiap kita, pastinya memiliki cerita sendiri tentang mimpi, harapan atau cita-cita kita. Setiap kita memiliki cara sendiri. Bagaimana menggenggam, menjaga, membawa, meletakkan atau meninggalkan mimpi.

Dan ini…

Sebuah cerita tentang tokoh baru dalam dunia kerajinan yang mulai dikenal masyarakat luas. Ketika dia adalah sebuah tas anyaman, banyak yang bertanya,
“Apakah kamu bambu?”
“Bukan.”
“Lalu, apakah kamu pandan?”
“Bukan. Saya PURUN.”
“Apakah kamu berasal dari Jawa?”
“Bukan, saya dari Borneo.”
“Ceritakan kepadaku, di mana Borneo!”
“Borneo sebuah pulau terluas ke-3 sedunia yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa. Borneo terbagi menjadi tiga Negara dan ketahuilah, saya hidup dan berkembang di bagian selatan Borneo: Kalimantan Selatan, INDONESIA.”

Purun masih bercerita. Sesekali menghela nafas.
“Saya hidup dengan baik di tanah gambut. Saya hanya salah satu jenis rumput liar yang tumbuh subur di Indonesia. Jadi, hal yang wajar jika tidak semua orang mengenali saya. Hanya orang tertentu yang bersahabat baik dengan saya. Hanya pengrajin anyaman purun di Kalimantan Selatan yang akrab dengan saya.”

Ini adalah kisah Purun. Sekali lagi tentang Purun. Dia pada umumnya adalah anyaman: tikar, yang hanya berharga dua ribu sampai lima ribu rupiah. Dia sering kali kusam, pucat, pudar, tak berwarna. Namun, dia kini tak lagi hanya tikar. Lihatlah.. Dia tas. Dia dompet. Dia souvenir. Dia cerah. Dia menarik, mempesona.

Memang cukup sedih ketika tidak banyak orang yang mengenal purun. Lalu, saat mulai mengetahui purun, ada yang beranggapan bahwa purun tidak lebih kuat daripada bambu. Bahwa purun tidak lebih cantik dari pandan, mendong atau yang sejenisnya. Bahkan, banyak yang berpikir bahwa purun tidak lebih menarik dari semua itu.

Namun, purun berpikir dengan cara yang lain.
“Saya hidup dan berkembang di tanah Borneo. Saya melimpah di Kalimantan Selatan. Purun adalah icon baru bagi Kalimantan Selatan dan akan meningkatkan ekonomi Kalimantan, mengharumkan nama Indonesia, membawanya ke seluruh penjuru dunia. Purun adalah masa depan Kalimantan Selatan.”

Purun juga memiliki mimpi besar untuk masa depan Indonesia. Purun akan berbagi harapan untuk semua orang Indonesia. Purun akan menjadi cermin kreasi kebudayaan asli Indonesia yang mengkombinasikan potensi lokal dan tidak tertinggal zaman.

Apakah kamu berpikir, ini berlebihan?

Ada cerita tentang sebuah biji. Dia tumbuh menjadi beberapa akar dan terus tumbuh menjadi beberapa kelopak daun. Dia terus bertumbuh hingga menjadi sebuah pohon berbatang besar, bercabang dan beranting banyak serta berdaun rimbun. Biji itu kini menjadi tempat hidup banyak makhluk lainnya: burung.

Purun ingin seperti biji itu. Menjadi besar. Menjadi bermanfaat untuk sekitarnya. Untuk Indonesia. Sampai, suatu masa nanti ketika dia adalah tas atau bentuk yang lain, akan banyak yang bertanya,
“Apakah kamu PURUN?”

“Bukan, walaupun saya hidup di Kalimantan Selatan, bagian kecil dari Negara Indonesia.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar